Latest News

Showing posts with label Kisah Napoleon. Show all posts
Showing posts with label Kisah Napoleon. Show all posts

Wednesday, January 20, 2021

(Kisah Napoleon), Kata Napoleon "Dalam Politik Kebodohan Bukanlah Cacat".

Gbr Ilustrasi saja
*Kata Napoleon, Dalam Politik Kebodohan Bukanlah Cacat*
Kisah Utama Napoleon:
“Dalam politik, *kebodohan bukanlah cacat*.” Begitu kata Napoleon Bonaparte (1769-1821). Kaisar dan pemimpin militer Perancis yang bergelar *Napoleon I* itu dikenal sebagai kaisar ahli strageti militer ini yang menaklukan hampir seluruh wilayah Eropa pada awal abad ke-19. Adalah Revolusi Perancis (1789-1799) yang membuka pintu bagi kopral kelahiran Pulau Corsica, kepanggung Perancis, bahkan dunia.

Pulau Corsica adalah pulau terbesar keempat—setelah Sicilia, Sardinia, dan Siprus—di perairan Laut Tengah. Meskipun berada lebih dekat dengan Italia, 90 kilometer, tetapi pulau ini masuk wilayah Perancis, yang berjarak 170 kilometer. *Kakek moyang Napoleon berasal dari Italia*. Tetapi, setelah pulau itu ada di bawah kekuasaan Perancis, anak-anak muda di Corsica mengubah namanya berbau-bau Perancis. Napoleon yang ketika lahir diberi nama Napoleone di Buonaparte (Italia) menjadi Napoléon Bonaparte (Perancis).

Di pulau itulah—yang kini menggantungkan kehidupannya dari pariwisata, pertanian zaitun, jeruk, dan anggur–Napoleon lahir, 15 Agustus 1769 di Ajaccio, Corsica dan meninggal pada tanggal 5 Mei 1821 di Pulau St Helena, tempat pembuangan, karena sakit kanker perut. *Ayah Napoleon* yang keturunan bangsawan Italia bernama *Nobile Carlo Bounaparte*, seorang pengacara, pernah menjadi perwakilan Corsica saat Louis XVI berkuasa pada tahun 1777. Ibunya bernama Maria Letizia Ramolino.

Cerita tentang Napoleon, sangat menarik. Salah satu kisah yang menarik adalah kekalahannya dalam Perang di Waterloo, Brussels, Belgia. Waterloo adalah sebuah kota yang terletak sekitar 15 kilometer sebelah selatan ibu kota Belgia. Kisah ini bisa menjadi ilustrasi betapa kesungguhan dan kompetensi bagaikan dua sisi mata uang yang sama. Keduanya, sama pentingnya. Yang satu tidak ada artinya bila tidak ada yang lain.

Kekalahan pasukan Perancis di bawah pimpinan Napoleon melawan pasukan Inggris-Belanda-Jerman di bawah Jenderal Wellington dan sekutu Prussia-nya di bawah Feldmarschall Blücher, pada 18 Juni 1815, mengakhiri kekuasaan seratus hari Napoleon, setelah dari pembuangan. Selain itu juga mengakhiri Kekaisaran Perancis Pertama, pada 22 Juni 1815.

Dari kisah itu muncul *adagium*, “Pertempuran Waterloo dimenangkan di medan berkiprahnya Eton.” Eton, sebuah kota di Inggris selatan-tengah, yang terkenal dengan Eton College-nya, didirikan tahun 1440 oleh Raja Inggris Henry VI. Eton College dikenal sebagai sekolah umum yang tidak hanya membina kecerdasan tetapi juga karakter.

Mengapa adagium itu menyebut nama Eton dan bukan Sandhurst? Bukankah Sandhurst adalah tempat di mana sebuah akademi militer berdiri? Sebenarnya menyebut Sandhurst lebih tepat ketimbang Eton, sebab ini untuk memberikan gambaran tentang kemenangan perang. Kemenangan militer. Kemenangan tentara. Tidak! Karena kemenangan di Waterloo adalah hasil dari kesungguhan dan kompetensi. Kesungguhan dan kompetensi dari orang-orang yang memiliki kecerdasan dan karakter, seperti yang dihasilkan College Eton.

*****

W.J.S Poerwadarminta menyebutkan karakter sebagai, “tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya” (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta). Karakter adalah istilah psikologis yang menunjuk kepada “sifat khas yang dimiliki oleh individu yang membedakannya dari individu lainnya.” Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik.

Di zaman kini pun, bahkan masa mendatang, kesungguhan dan kompetensi dari orang-orang yang cerdas dan berkarakter tetaplah faktor yang menentukan. “Keganasan” zaman, untuk menyebut zaman yang terus lari kencang dengan segala kemajuan dan tantangannya pun, hanya bisa ditaklukkan oleh orang-orang yang memiliki kesungguhan dan kompetensi kerja sesuai dengan panggilan hidupnya. Orang yang memiliki kecerdasan dan yang berkarakter sebagai manusia pembaharu.

Kerja bukan sembarang kerja atau asal kerja. Tetapi, *kerja yang dilakukan oleh para pekerja yang memiliki panggilan kerja, sesuai dengan vokasinya*, panggilannya masing-masing. Dengan bekerja sesuai dengan panggilan hidupnya, maka pekerjaan itu akan dilakukan dengan penuh kesungguhan, dan niscaya hasilnya akan lebih baik, lebih maksimal dibandingkan dengan mereka yang bekerja karena keterpaksaan dan tidak sesuai dengan panggilan hidupnya.

Sebab, *menurut para bijak, kerja itu salah satu ciri yang membedakan manusia dari makhluk-ciptaan lainnya*, yang kegiatannya untuk melestarikan hidupnya tidak dapat disebut kerja. Hanya manusialah yang mampu bekerja; hanya manusialah yang bekerja, dan serta-merta dengan kerjanya mengisi hidupnya di dunia. Begitulah *kerja secara khas ditandai oleh manusia dan kemanusiaan, oleh pribadi yang bekerja dalam persekutuan pribadi-pribadi*. Meterai manusiawi itulah yang serba menentukan ciri-ciri batin kerja. Dalam arti tertentu itulah yang merupakan hakikat kerja sendiri.

Dengan *rumusan lain* dapat dikatakan *manusia menjadi manusia seutuhnya kalau mereka bekerja*. Kerja manusia itu melibatkan keterampilan. Semua yang kita lakukan melibatkan keterampilan. Kita semua memiliki keterampilan. Namun, jenis keterampilan dan tingkat keterampilan itu dapat bervariasi di antara kita. Keterampilan dapat dipelajari dan dibangun di sepanjang hidup kita. Dan, hasilnya akan menjadi maksimal kalau dipelajari dengan kecerdasan dan kesungguhan hati oleh manusia yang berkaraker sebagai pekerja.

Di sinilah arti penting perlunya tersedia *sumber daya* yang memiliki kecerdasan, berkarakter dan memiliki kompetensi serta keterampilan. *Manusia-manusia cerdas, kompeten, terampil, dan berkarakter itulah yang diperlukan saat ini dan masa depan untuk menaklukkan zaman*. Kemampuan manusia diukur *berdasarkan prestasi kerjanya* maupun *apa yang dihasilkan.*
( _*teruskan baca artikel menarik di bawah ini...*_  😀😁😂👇 )

Karena itu, mereka perlu menguasai cara berpikir baru dan cara-cara baru untuk bekerja dengan alat dan teknologi baru. Mau mempelajari hal-hal baru. Berkomunikasi, menyelesaikan masalah dan bekerja secara efektif dalam tim yang beragam akan menjadi kunci untuk berhasil dalam lingkungan kerja yang baru. Keterampilan ini bukan hanya keterampilan semata dalam pekerjaan, akan tetapi keterampilan untuk menjalani kehidupan yang memuaskan, sukses dan kreatif.
Begitulah, seperti perang Waterloo, kesungguhan dan kompetensi orang-orang cerdas dan berkarakter, yang akan memenangkan pertarungan. Dan, Napoleon yang menderita kekalahan di Waterloo mengingatkan, bahwa hanya ada dua kekuatan di dunia, pedang dan pikiran. Dalam jangka panjang, pedang selalu dikalahkan oleh pikiran. Pikiran orang-orang sehat. Pikiran orang-orang waras***
Trias Kuncahyono
*Trias Kuncahyono adalah wartawan Kompas, kelahiran Yogyakarta, 11 Juni 1958. Ia menyelesaikan studinya di Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1983. Sebelumnya ia menyelesaikan sekolah menengah di Seminari Menengah Mertoyudan, Magelang.
https://triaskun.id/tentang-trias/
Sumber Artikel:https://triaskun.id/2019/04/12/kisah-napoleon/
NAUSKA - NASIHAT Usaha Dan Karya



Email : fellyginting95@gmail.com

Name

Email *

Message *