Latest News

Thursday, June 4, 2020

L. B. MOERDANI - Kenangan dan Bahan Refleksi



Di Markas Komando (Mako) Kopassus Cijantung ada sebuah Museum yang namanya didedikasikan untuk salah seorang Tokoh Militer "kuat" kebanggaan Baret Merah yang pernah dimiliki Negeri ini yaitu JENDERAL LEONARDUS BENJAMIN "BENNY" MOERDANI, yang disingkat L.B. MOERDANI.

Di dalamnya juga terdapat koleksi buku-buku tentang Sang Jenderal Benny. Dari sekian banyak buku tentang Jenderal Benny, ada dua Buku yang paling menarik perhatian saya dan saya baca bisa berulang ulang di dalam masa Social Distancing pandemik COVID 19 ini, yaitu:  "BENNY MOERDANI : PROFIL PRAJURIT NEGARAWAN" yang diterbitkan Yayasan Kejuangan Panglima Besar Sudirman (1993), dan "BENNY MOERDANI: YANG BELUM TERUNGKAP" yang diterbitkan TEMPO sebagai Seri Buku Tokoh Militer (2016).

Dari dua Buku tersebut saya memperoleh beberapa quod sebagai keutamaan seorang Jenderal Benny:

1. " Apapun yang terjadi, Jangan pernah tinggalkan kapalmu".  Kalimat itu berarti kesetiaan sampai akhir termasuk kesetiaan kepada kapal besar yang namanya NKRI. Nasihat itu menjadi pedoman hidupnya sendiri yang dijalani dan dibuktikannya secara tuntas sampai akhir hayat.

2. "Sosok pemimpin yang teguh pada prinsip keimanan dan kebangsaan  sekaligus Jenderal dengan kelas Negarawan". Mengenai dirinya, Benny selalu mengatakan bahwa dia adalah seorang prajurit Indonesia yang Saptamargais dan pelaksana Sumpah Prajurit. Ia pernah mengatakan, keagamaan saya Roma Katholik, kesukuan saya yang Jawa, itu adalah menjadi masalah pribadi yang tidak perlu ditonjol-tonjolkan keluar. Dan ini memang telah dipraktekkannya secara konsisten , terlebih lebih di dalam TNI (ABRI pada masanya), ketika ia menjadi Panglima ABRI dan Menhankam.
Pernah ketika ada seorang wartawan yang menanyakan, apakah tidak sebaiknya dia pindah agama saja supaya nanti lebih lancar kariernya. Pertanyaan tersebut segera dijawab nya dengan tegas dan sangat serius, "Apakah kamu masih percaya dan dapat menghargai saya, yang karena menghendaki sesuatu karier tertentu, saya bersedia berganti agama?"

3.Dalam hidup ini mesti:  "Bersedia menerima kenyataan terburuk" dan " Bisa Membaca baris-baris yang tidak tertulis". Ini dua kalimat bernas dan sarat makna yang saya dengar langsung terucap dari mulut seorang Jenderal Benny dan yang terus berkesan dan saya pegang teguh hingga saat ini. Sudah sangat lama waktunya yakni saat kunjungan Bliau sebagai Menhankam/Pangan ke STFK Ledalero di Flores ketika Lembaga Pendidikan Tinggi Filsafat dan Teologi yang khusus mempersiapkan para calon Pastor Katolik itu dipimpin Pater Dr Hubert Muda, SVD yang sekaligus sebagai Rektor Seminari Tinggi dan Ketua STFK Ledalero. Saat itu saya masih sebagai Frater Calon Pastor dari Seminari Tinggi Ritapiret dan bersama dengan beberapa teman Frater dari Seminari Tinggi Ledalero yang bisa disebut diantaranya: Valens Daki-Soo, RD. Richard Mugabuku, RP. Kanisius Bhila SVD, RD. Stefanus Woloitu, RP. Hubertus Tenga SVD,  Simon Leya, Robert Epedando , dan kawan-kawan lainnya.

Saya menutup catatan ini dengan mengutip penggalan Kata Pengantar "Prajurit Tegas" dari KH. Abdurrahman Wahid dalam buku BENNY MOERDANI: PROFIL PRAJURIT NEGARAWAN sbb:
"Bagi saya, pergaulan dengan L.B. Moerdani memberikan wawasan baru tentang kompleksitas kepribadian seorang pemimpin yang harus memainkan peran ganda untuk berbagai pihak di berbagai bidang. Barangkali dalam hal ini ia adalah seorang "Katholik nasionalis" , sebagaimana saya merasa diri sendiri sebagai seorang "Muslim nasionalis".

Pastoran TNI AD
Gereja Katolik St Valentino
Kopassus Cijantung, 29 Mei 2020,

RD. Rofinus Neto Wuli
( 141167rnw@gmail.com )

No comments:

Post a Comment

Email : fellyginting95@gmail.com

Name

Email *

Message *