Latest News

Saturday, March 21, 2020

Pesan Ibu - Andie Wongso



*"Pesan Ibu"*
Oleh : Andrie Wongso

Suatu hari tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran terbuka di pinggiran kota.
Ia merasa kelaparan karena sejak pagi belum sarapan.
Setelah memesan makanan, sambil menunggu makanannya tiba, ia mengambil buku untuk dibacanya sambil menikmati orang yang lalu lalang di jalanan. Kala itu, kemudian seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya. Mumpung belum datang pesanannya."
"Nggak Dik, saya lapar belum sarapan. Saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.
Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di dekat restoran.

Anak itu kemudian tampak menawarkan kuenya pada orang-orang yang lewat.
Tapi sepertinya tak banyak yang tertarik untuk membeli padanya.
Maka, ketika ia melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Namun si anak ternyata terus berusaha menjual kue itu kepada si pemuda.
Sambil bersikukuh mengikuti di pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa buat oleh-oleh pulang Om, nanti di rumah."

Melihat keteguhan si bocah, pemuda itu merasa kasihan. Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali, dikeluarkan dua lembar ribuan dan mengangsurkan ke anak penjual kue.
"Saya tidak mau kuenya. Karena saya sudah kenyang sehabis makan tadi.
Bawa saja uang ini dan anggap sebagai sedekah dari saya"

Si anak sepertinya enggan menerima uang itu. "Ayo, kenapa? Ambil saja Adik kecil," ujar pemuda itu.
"Saya memberi ini sebagai sedekah karena kegigihanmu menjual kye kepada saya."

Akhirnya uang itu diterima si bocah kecil. Tapi yang mengagetkan, ia kemudian bergegas ke pojokan restoran dan memberikan uang itu kepada pengemis di depan restoran.
Merasa heran dan sedikit tersinggung, si pemuda menegurnya, "Hai, adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu kan berjualan untuk mendapatkan uang, kenapa setelah uang ada di tanganmu malah kamu berikan ke orang lain?"

Si bocah dengan polosnya menjawab, "Om, jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti akan sedih dan marah, jika saya menerima uang dari Om, bukan hasil menjual kue.
Tadi Om bilang uang itu sedekah.
Jadi uangnya saya berikan kepada pengemis itu."

Si pemuda merasa takjub dan tak mengira akan mendapatkan jawaban seperti itu. Ia kagum dengan kinerja dan pola pikir anak sekecil itu yang sudah sangat mengerti  tanggung jawabnya.
Pemuda yang terkesima dengan sikap anak itu kemudian berkata, "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa?
Saya borong semua untuk oleh-oleh."

Sambil menyerahkan uang, si pemuda berkata, "Terima kasih Dik atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."

Walaupun tidak  mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya yang itu sambil berucap, "Terima kasih Om.
Ibu pasti akan senang sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Pembaca Yang Luar Biasa

Kisah tadi menggambarkan sebuah pembelajaran yang luar biasa.
Hasil didikan seorang ibu miskin yang hidup hanya dari jualan kue, ternyata bisa melahirkan anak yang hebat dan berpikiran luas. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental.

Mereka mampu menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan orang lain, tetapi dengan bekerja keras dan membanting tulang.
Karena sesungguhnya, kerja adalah kehormatan bagi setiap manusia.
Setiap tetes keringat bagi mereka, adalah sebuah nilai yang tak bisa diimbangi dengan materi semata.

Inilah contoh nyata bagi mereka yang menjadikan bekerja sebagai jalan ibadah.
Bekerja bukan merupakan beban atau sekedar menunaikan kewajiban, tapi sudah merupakan jalan hidup.
Dengan memaknai setiap pekerjaan dengan cara ini, maka kita akan menemukan kebahagiaan dalam setiap tetes keringat dan deraan lelah yang menimpa.

Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental didalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang.

buku *22 Wisdom & Success*
AW Publishing

No comments:

Post a Comment

Email : fellyginting95@gmail.com

Name

Email *

Message *