Latest News

Wednesday, March 25, 2020

Ketika Musibah Sedang Lewat


Bertepatan dengan saudara kita yang sedang merayakan nyepi...

Saat Umat Katolik retret agung...

Ketika musibah sedang lewat...

Kita berhenti...merenung, bukan bertarung.

Saling meneduh, bukan menuduh,

Mencari hikmat, bukan maksiat.

meminjam editan Mpu Tal...., Wanāśrama....,
Bhuta-Kala dan Dewa-dewa..., diciptakan bersamaan oleh Hyang Widhi.

Ada kalanya Bhuta-Kala itu lewat 'nyelang margi' (pinjam jalan)...; maka kita yang mengalah..., menepi..., dan mabrata mengurung diri.

Artinya...: kita diminta melakukan brata (menarik diri dari keramaian..., puasa..., dan mawas diri).

Kalau sudah selesai 'pamargin bhuta-kala' (jalan sang kala)..., kita bisa keluar sebagai mana mestinya.

Di Bali..., dari berabad-abad ketika Gunung Agung meletus disebut begini...: "Ida makarya tur mamargi" (Beliau bekerja dan berjalan).

Kalau kekuatan alam sedang bergerak..., kita yang nalar dan eling harus minggir dan menepi.

Ini soal penggunaan nalar..., yang dalam Hindu disebut sebagai 'wiweka' (kemampuan menimbang dengan dasar logika dan hati secara jernih).

Pada musim ombak besar..., nelayan harus  menepi.

Ini bukan soal berani atau takut...., bukan soal kutukan.

Memang hidup dan mati dalam tangan Tuhan, tapi jangan menantang Tuhan yang berkarya dalam alam.

Tunduk pada hukum Tuhan, tunduk pula pada hukum alam

Saat Bhatara Baruna penguasa laut mengamuk..., bukan karena Beliau benci nelayan..., tapi karena Beliau kasih pada nelayan agar istirahat sejenak..., di rumah bersama keluarga..., menepi menimbang hidup secara mendalam.

Ketika ombak telah berhenti mengamuk..., musim ombak telah reda..., kembalilah bekerja sekuat tenaga.

Demikian juga ketika musim gěring (sakit) atau wabah telah reda...,, kembalilah keluar rumah dan menjalani hidup segigih mungkin.

Dalam teologi Hindu...., tidak ada kebencian Hyang Widhi.

Tidak ada kutuk...., yang ada adalah siklus.

Siklus musim..., siklus berbunga sampai berbuah..., siklus yang membuat kehidupan dan semesta bergerak.

Hyang Widhi mengatur semua siklus dan tatanan kosmik..., lewat kecerdasan di balik gerak alam semesta..., dan disebut dengan 'rta'.

'Rta' adalah "kesadaran maha tinggi"..., yang mengatur detak jantung semesta..., tarikan nafas manusia..., hewan..., fotosintesa tumbuhan..., sampai munculnya virus dan segala jenis kuman...;  yang hadir sebagai bagian dari kelengkapan alam semesta raya.

Covid-19 bukan kutuk...., bukan pula berkah.

Ia seperti angin puting beliung yang datang tiba-tiba..., ia seperti gempa yang meretak di kerak bumi.

Semuanya bagian dari 'keselarasan kosmik'..., yang diselaras dengan kekuatan 'Rta'.

Bhuta Kala atau Dewa..., berjalan dalam siklus.

Salah patu jenis brata (tarik diri..., puasa..., dan introspeksi diri) dalam Hindu adalah  'tan alalungayan' (tidak bepergian).

Artinya..., orang harus berdiam diri..., mengkarantina diri.

Ini bagian dari 'monabrata' (puasa diam tidak bicara)..., total diam dan hening..., memasuki diri dan memasuki 'jagra' (awas-mawas penuh).

Spirit 'jagra' (menjaga kesadaran penuh) ini menjadi benteng diri dalam situasi kebencanaan dan dalam berbagai situasi kemanusiaan..., yang membutuhkan nalar dan kejernihan.

Covid-19..., adalah ombak dan badai yang bergolak kencang.

Mari menepi..., mari berhenti sejenak..., masuki diri sendiri.

Covid-19 adalah 'saudara'..., yang hadir di dunia sebagai bagian pelengkap kehidupan.

Ketika saudara satu ini hadir..., numpang lewat...., marilah kita semua minggir menepi.

Sekali lagi..., ini bukan kutuk..., tapi ini adalah bagian dari siklus hidup.

Rahayu

Berkah Dalem
Ansel.

No comments:

Post a Comment

Email : fellyginting95@gmail.com

Name

Email *

Message *